Krisis Moneter : Kenapa Indonesia (selalu) Lebih Parah ?

Nilai Rupiah tiap hari terus terpuruk terhadap mata uang US Dollar. Harga kebutuhan pokok dan segala macam barang yang kandungan impor-nya tinggi melonjak harganya tak terbendung. Pengusaha langsung menghentikan sementara langkah investasi di Indonesia sambil melihat waktu yang tepat sekiranya ada perubahan ekonomi dan politik. Pengusaha melihat krisis moneter seperti tahun 1998 membayang di depan mata,sebab setahun yang lalu nilai Rupiah masih di kisaran Rp.9700 per 1 US dollar,sekarang sudah mencapai Rp.11ribu lebih. Artinya Rupiah sudah terpuruk diatas 13 % lebih.
Kenapa menghubungkan krisis Moneter 2013 dengan 1998 ? Sebab krisis moneter 1997-1998,Indonesia paling parah diantara negara-2 lain yang terkena krisis seperti Korea Selatan,Thailand dan Philipina ; Selain itu ada beberapa alasan yang menjadi kemiripan krisis 2013 ini mirip dengan krisis 1998 (Indonesia selalu paling parah diantara negara lain yang terkena krisis moneter) :
1. Utang Indonesia yang terus membengkak (+/- 2000 trilliun lebih)
2. Kepastian hukum tidak ada,pejabat abdi hukum negara berlaku koruptif
3. Krisis 1998 diawali dengan usainya Pemilu 1997 ; krisis 2013 mengawali Pemilu 2014
4. investasi sangat sulit,perijinan sangat lambat (pejabat perijinan mempersulit untuk tujuan koruptif)
5. Petugas Pajak mencari-cari kesalahan pengusaha untuk tujuan koruptif
6. Keamanan sangat rawan,kejahatan meningkat tajam ; Polisi ditembaki penembak misterius.
7. Para petinggi Militer dan Polri sangat kaya raya,tidak sesuai dengan pendapatan yang diterimanya
8. Lingkungan keluarga Presiden penuh dengan isu korupsi yang membelit mereka (buku yang dikarang oleh Goerge Aditjondro dan berita koran di Australia tentang Keluarga Cikeas terus merasuk di pikiran rakyat Indonesia)
9. Kekuasaan bukan untuk kesejahteraan rakyat,tetapi untuk bisa korup ; Gubernur/Bupati/Walikota berebut kekuasaan lewat Pilkada,tetapi hanya sedikit yang menang Pilkada bekerja jujur seperti Jokowi-Ahok)
10. Ada “pergolakan” ketidak-puasan terhadap pemerintahan yang ada ; Lihat saja opini yang terus menerus beredar di dunia maya dan berita di surat khabar.
11. Adanya “capital outflow” yang dilakukan investor asing dan pengusaha dalam negeri
12. Para menteri di Kabinet sudah tidak fokus terhadap pekerjaannya,tetapi lebih fokus ke Pemilu 2014 ; Isu para menteri sudah tidak lagi menuruti perintah Presiden sudah beredar cukup luas.
13. Tuntutan kenaikan upah yang tinggi di 2014,apalagi ditimpa krisis moneter dengan harga-2 yang melambung menjadi alasan buruh menuntut kebutuhan hidup layak harus terpenuhi. Ini akan menjadi “pemicu” sebab tekanan Rupiah berpengaruh terhadap upah buruh dan kebutuhan hidup mereka.
13 alasan diatas akan menjadi batu karang yang keras bagi penyelesaian krisis moneter menjelang berakhirnya tahun 2013 ; Diperkirakan krisis ini akan memakan waktu berbulan-bulan hingga akhir tahun ini,bahkan ada yang memprediksi sampai tahun depan,krisis ini akan mencapai puncaknya. Apakah pemerintahan SBY akan bertahan terhadap krisis moneter ini atau gelombang demonstrasi Mahasiswa dan masyarakat yang didukung oleh tokoh-tokoh nasional akan terjadi seperti tahun 1998 sangat tergantung kepada cepat atau lambatnya krisis ini berlalu.msemakin lambat krisis moneter ini terselesaikan,maka ada kemungkinan gelombang demonstrasi akan memperparah penyelesaian krisis moneter ini ; Ibaratnya pemerintahan SBY ini sedang kejar-kejaran terhadap waktu.
Melihat betapa 13 masalah yang terjadi diatas menjadi satu masalah yang saling bertumpuk,apapun “resep” yang akan dikeluarkan oleh Pemerintahan SBY bisa jadi tak akan berguna. Ini persis sama ketika itu Soeharto mengeluarkan banyak jurus kebijakan moneter tetapi tidak berhasil meredam krisis,sebab akar masalahnya sudah menumpuk di penegakan hukum (koruptif) ,penyelenggara negara di bidang ekonomi dan politik yang koruptif serta keamanan. Saat ini wibawa pemerintah SBY hanya masih ada di unsur “Keamanan” saja,dimana TNI dan Polri masih belum bertindak apapun karena belum ada gelombang demonstrasi yang menyatakan ketidak-percayaan terhadap pemerintah SBY.
Kalau saja penyelenggara politik dan ekonomi di daerah mendukung dengan berlaku tanggap terhadap perbaikan ekonomi di daerahnya dengan mengutamakan investasi tanpa mempersulit perijinan investasi (umumnya yang mereka lakukan dengan mempersulit walau perijinan sudah dibuat “satu atap” adalah para pejabatnya sering tidak berada di tempat,sehingga minta diatur untuk bertemu khusus,dll dan ujung-2nya adalah minta “uang”,kalau tidak berkas-2 dokumennya dinyatakan kurang lengkap,dll) ; Demikian pula dengan para petugas pajak di daerah yang malah memperkaya diri sendiri dan berlaku curang sehingga investor ketakutan karena belum apa-2 sudah dikejar pajak ini-itu. Namun sepertinya hal ini tidak mudah diatasi oleh Pemerintah Pusat dengan cepat,oleh karena itu setiap ada krisis moneter global,dipastikan Inodnesia lebih parah dari negara-2 lain yang juga terkena krisis. Persoalannya kembali kepada Sumber Daya Manusia para pejabat negara dari mulai level rendah sampai ke level tinggi,hampir semuanya koruptif!


@kompasiana